Siklus Pembuatan Basis Data

Penyakit Asma

Penyakit Asma

Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang di tandai oleh periode episodic spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronchial (Spasme Bronkus) (Gede Asih, Cristantie Effendy, 2004 : 95).
Asma adalah satu keadaan klinik yang di tandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversible, dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal (Solomon William R, 2006: 177).
Reaksi Bronkus Pada Penyakit Asma
Reaksi Bronkus Pada Penyakit Asma

Jenis-jenis Asma

Asma di klasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:
  1. Asma alergik di sebabkan oleh allergen (misalnya: serbuk sari, binatang,   amarah, makanan dan jamur).
  2. Asma idiopatik atau non alergik tidak berhubungan dengan Allergen spesifik. Faktor-faktor seperti Common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
  3. Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik (Suddarth  dan Brunner, 2002 : 611).

Penyebab Asma

Faktor risiko lingkungan (penyebab) berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host) dan faktor lingkungan.

Faktor pejamu

  1. Genetik 
  2. Alergi
  3. Hiperektifitas bronkus
  4. Jenis kelamin
  5. Ras/etnik

 Faktor lingkungan

  1. Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan (predisposisi) asma untuk berkembang menjadi asma. Alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergen binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga, sensitisasi (bahan) lingkungan kerja, asap rokok,  polusi udara di luar maupun di dalam ruangan, infeksi pernapasan (virus), status sosio ekonomi, besarnya keluarga, obesitas. 
  2. Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan menyebabkan gejala asma menetap. alergen di dalam maupun di luar ruangan, polusi udara di luar maupun di dalam ruangan, infeksi pernapasan, olah raga dan hiperventilasi, perubahan cuaca,  makanan mengandung zat additif  (pengawet, penyedap, pewarna makanan),  obat-obatan, seperti asetil salisilat, iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang (Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia,  2004).

Tanda dan gejala penyakit asma

Dispnea (Kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek).
  1. Batuk di akibatkan oleh iritasi membrane mukosa.
  2. Pembentukan Sputum.
  3. Nyeri dada.
  4. Mengi adalah bunyi yang mempunyai puncak tinggi, berirama yang terutama terdengar pada ekspirasi.
  5. Jari tabuh di temukan pada pasien dengan hipoksia kronis. 
  6. Sianosis adalah warna kulit kebiruan, adalah indikator  yang sangat lanjut dari hipoksia (Suddart dan Brunner, 2002: 529).

Diagnosis Penyakit Asma

Diagnosis asma di dasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.

a. Pada Riwayat Penyakit 

Pada riwayat penyakit akan di jumpai keluhan batuk, sesak, alergi atau rasa berat  di dada, yang perlu di ketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan dengan mengetahui faktor pencetus, kemudian menghindarinya, maka di harapkan gejala asma dapat di cegah.

b. Pemeriksaan Fisis

Penemuan tanda pada pemeriksaan, tergantung dari derajat obstruksi saluran napas ekspirasi memanjang, menghiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat di jumpai pada pasien asma.

c. Pemeriksaan Penunjang 

  1. Uji Spirometri. Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%. Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji- bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
  2. Uji provokasi bronkus. Uji provokasi dengan histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin,  larutan garam, hipertonik, dan bahkan dengan aqua destilata.
  3. Pemeriksaan Sputum. Sputum eosinifilia sangat kharakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronkhitis khronik, sputum berwarna putih keabu-abuan dan kental.
  4. Pemeriksaan Eosinifil total. Jumlah eosinifil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma.
  5. Uji Kulit. Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya IgE Spesifik dalam tubuh
  6. Pemeriksaan Kadar IgE total dan IgE Spesifik dalam Sputum. Kegunaan pemeriksaan kadar IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi.IgE spesifik dalam sputum lebih bermakna di lakukan bila uji kulit tidak dapat di lakukan atau hasilnya kurang dapat di percaya 
  7. Foto Dada. Pemeriksaan ini di lakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis paru di paru atau komplikasi asma seperti pneumotorak, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.  
  8. Analisa Gas Darah. Pemeriksaan ini hanya di lakukan pada asma yang berat. Pada  fase awal serangan terjadi hipoksemia, dan hipokapnia (PaCO2 < 35  mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 ≥ 45 mmHg). Hipoksemia dan asidosis respiratorik.

Daftar Pustaka

  • Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Vol 2, Edisi 8. Jakarta: EGC.
  • Solomon, William R. 1995. Ashma bronkhial : Alergi dan lain-lain. Jakarta : EGC.
  • Yasmin Asih, Niluh Gede & Christantie Effendy. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC

0 Response to "Penyakit Asma"

Post a Comment